14.3.09

simply not enough.


seorang teman berkomentar mengenai pragmatisme cara pikir. simple, straight to the point, tepat, padat, terstruktur, cermat, dan kontekstual. ia merasa bahwa manusia berpikiran pragmatis adalah manusia yang tidak peduli teori. praktis.
tapi mungkin masalahnya bukan itu.. setelah baca beberapa.. (mungkin karena baru beberapa..), ternyata teori urban tidak sebanyak, tidak semenakutkan, dan tidak sememusingkan yang dibayangkan. tapi sering dilupakan, atau digunakan terpisah2, sehingga cara pikirnya menjadi tidak menyeluruh.. bagilah teori urban eropa itu ke dalam 4 pandangan saja: fungsionalis, humanis, sistemik/strukturalis, dan terakhir.. formalis.. nah.. cuma 4 pandangan kan? tapi tentunya harus dihayati seluruhnya dulu ya.. setelah itu barulah tentukan semangat anda dengan menghitung kancing baju.

mungkin karena merasa dekat dengan semangat "pro-suasanahatipenggunaruang", pengaruh pandangan humanis mencolek hati saya lebih dalam. kritiknya bukan tidak sedikit.. banyak! karena semangat pandangan humanis mungkin juga membingungkan pemikir2nya sehingga tidak terformulasikan sejelas dan sekomprehensif tiga pandangan lainnya. ia lebih merupakan koleksi intensi, teknik, dan ide2 desain.. ia muncul sekitar tahun 50-60an, bukan sebagai sebuah teori tetapi lebih sebagai reaksi ketidakpuasan atas pemikiran fungsionalis yang muncul sebelumnya. beberapa pilar perilaku humanis adalah British Townscape School, Team10, serta beberapa arsitek belanda.

kritik yang ada mengatakan bahwa kaum humanis tidak memperhitungkan isu-isu berskala besar dan kebutuhan keseluruhan kotanya.. katanya, misalnya, walaupun sebuah rumah/hunian didesain di level akar rumput, tetapi ia merupakan bagian dari sistem permukiman yang membutuhkan perspektif dan pandangan yang super komprehensif.. perancangan yang sifatnya incremental dari kaum humanis dapat menimbulkan permasalahan dalam mengerjakan sistem urban dalam skala yang lebih luas..

tentu pendapat yang demikian ada benarnya. tapi alangkah baiknya bila kita memandang bahwa semua (keempat) pandangan yang disebutkan di awal tulisan sebenarnya tidak berjalan terpisah, walaupun masing2 berkembang pada masa yang berbeda. kita yang tercemplung di bidang ini, saat ini, di seluruh bagian dunia, seharusnya menikmati keragaman pemikiran yang ada. mengertilah bahwa masing-masing pandangan tersebut kini sedang bekerja. mereka bukanlah sesuatu yang bila kita pilih salah satunya maka tiga yang lainnya akan jalan di tempat. semua pandangan itu berjalan lancar2 saja kok.. yang manapun yang kita pilih, kita hanya menjalankan peran kita sebagai bagian dari sebuah komunitas global. semua pandangan ini terus berjalan dan berkembang. tentu dalam skalanya masing2. masing-masing pendekatan memiliki skala dan konteksnya masing2..

kembali mengkhususkan bahasan pada pandangan humanis, saya lebih suka untuk berpikiran terbuka, bahwa tidak jelasnya formulasi dan tidak komprehensifnya pemikiran para pendahulu kita, seharusnya dipandang sebagai sebuah kesempatan dalam mengembangkan dan menajamkan pisau analisis kita. pandangan humanis dekat dengan ilmu persepsi, serta apresiasi ruang urban oleh pikiran dan memori manusia melalui pengalaman sehari-hari akan selubung/ enclosure di ranah ruang kota. karena terkait dengan persepsi dan sense, saya tergoda untuk teringat tentang ide yang powerful yang dibahas Derrida dalam Of Grammatology, tentang kemungkinan akan adanya bentuk lain dari memory, sebuah fragmen memory yang tidak lagi berurusan dengan figurasi ruang yang dialami tetapi dengan sesuatu yang ia sebut sebagai jejak/trace. trace adalah kehadiran dari ketidakhadiran figurasi. sebuah kehadiran yang tidak memenuhi syarat metafisik kehadiran, sebuah ketidakhadiran yang bukan merupakan lawan dialektik dari kehadiran. ia lebih berupa ketidakhadiran yang tidak hadir. dalam desain ia hadir suka-suka, merefleksikan ruang dan waktu sebagai sebuah index keduanya. kejelasan figure/ground yang umum dalam dialektika arsitektur kontemporer menjadi tidak penting lagi, karena estetika adalah buram jejaknya. yang bila ditilik lebih lanjut, kaitannya dengan townscape-nya Gordon Cullen menjadi sangat erat. meng-hiperboliskan rasa/sense indra kita menjadi bagian dari tujuan kita mewujudkan ketidakhadiran yang belum hadir, melalui tiga poin yang memang sulit dijelaskan dalam rumus yang pasti, yaitu visual, posisi, dan content, yang baunya memang sangat relatif terhadap waktu dan orientasi pengguna. yaa.. saya ini hanya makhluk kecil. tapi punya semangat untuk mewujudkan hasil semedi pikiran. hasil bukanlah satu prioritas. prosesnyalah yang memperkaya kita, sebenarnya..
wah.. pusing saya..

jadi.. buatlah diri kita memahami, selamilah bidang anda sedalam mungkin, dan jual ide anda semampu yang anda bisa. karena bila berangkat dari niat yang baik, dimengerti segala sebab akibatnya, dimengerti konsekuensinya, dipikir berulang2, dan dilaksanakan sepenuh hati, dan kemudian laku dijual, kita sudah menjalankan sebagian dari misi kaum siput. sisanya serahkan pada siput yang lain. percayalah bahwa banyak siput lain yang sedang bekerja sungguh2 juga..

No comments: