1.2.09

jakarta menggodaku.




Benar. Jakarta telah menggoda saya. Menggoda untuk turut berkomentar. Tapi berkomentar sebenarnya sedikit haram hukumnya. Seorang Andrea Peresthu pernah berkata dalam sebuah kuliahnya saat ia menjadi seorang dosen tamu: bahwa ia (bung peresthu) pernah mengalami masa-masa dimana ia mengkritisi segala sesuatu. Protes adalah bagian dari kesehariannya sebagaimana yang selalu kita alami. Kondisi ruang sekitar kita -yang sangat jarang mendekati status idealnya- selalu menggelitik untuk mengeluarkan unek-unek di berbagai media blog pribadi. Tapi semakin kita belajar banyak, semakin pula mata kita terbuka bahwa protes adalah manifestasi ke-naif-an kita dalam menyikapi tekanan. 'Kita berpikir maka kita ada' kurang lebih setara dengan 'Kita protes maka kita manja'.

Sebagian kita telah belajar banyak, sehingga mudah untuk memahami bahwa semakin kita banyak membaca, semakin pula kita akan merasa bodoh. Semakin haus kita akan ilmu sebagai bagian dari solusi. Kita sering lupa bahwa protes lebih banyak membuang energi kita. Lupa bahwa energi yang ada dapat lebih bermanfaat bila dituangkan dalam karya nyata yang tentunya berdasar pada rasionalitas keilmuan.. Uncle Ben bilang 'with great power comes great responsibility', dengan wawasan yang semakin luas, kita punya banyak kesempatan untuk mengintervensi ruang hidup kita secara lebih sustainable (aspek fisik, sosial, dan ekonominya juga). Kebetulan hidup sebagai arsitek, sedih rasanya melihat karya yang seadanya, padahal nilai investasinya tinggi. Saya percaya bahwa 'any single intervention should provide added value - environmental and to the community'.

Beberapa minggu terakhir milis ikatan arsitek dipenuhi oleh unek-unek anggotanya, yang ter-kecewakan oleh jakarta kita tercinta. Banjir dimana-mana, kemacetan yang luar biasa, amburadulnya infrastruktur, budaya yang korup, menyesaki dada kita. Berpikir tentang solusi seakan selalu mengarahkan kita ke dunia fantasi. Sambil berharap tuhan turun tangan.
Hehe. Tapi jangan salah. Tuhan memang seakan turun tangan bila membaca banyaknya rekan-rekan yang peduli dan tidak sekedar protes.. Tuhan sedang turun tangan melalui individu yang peduli, dan mengerti bagaimana mengaplikasikan ilmunya. Bangga rasanya bila ingat bahwa kita punya banyak manusia brilyan.

Ingat bahwa urban design adalah sebuah engineering; 'socially responsible dicipline that intends to improve the living condition of people. We deal with material conditions of territory and tries to optimize human needs and new opportunities'.

Di level masyarakat dan atau pelaku pasar, poin mendasar seringkali terlupakan, dan terkadang dikalahkan oleh kepentingan ekonomi. Banyak pendapat selalu fokus pada perbaikan infrastruktur, alokasi program ruang untuk kepentingan yang lebih publik, desain bangunan ramah lingkungan, dan sebagainya.. Saya pribadi, lebih suka berpendapat bahwa yang terpenting adalah mengingat bahwa semua opini tersebut ujung-ujungnya akan mencubit pipi tembem kita untuk segera sadar untuk memperbaiki welfare system kita, dengan problem solving yang berorientasi pada masalah lokal.

Indonesia adalah negara berkembang yang sedang jatuh bangun. Sangat jelas terlihat bahwa permasalahan mendasar kita adalah ekonomi. Kesenjangan yang tinggi dan meluas, dan sebagainya..
Kondisi kita auranya sama dengan kota-kota eropa jaman awal perkembangannya. Mereka dulu sadar bahwa untuk kota agar dapat tumbuh dan berkembang positif, masyarakat yang tinggal di dalamnya haruslah sehat dan produktif, sehingga penguasa kota berusaha setengah mati menjamin kesehatan masyarakatnya. Pada masa itu, Disadari bahwa pekerjaan rumah penguasa adalah pada mata pelajaran 'prosperity and better living standard'.

Kembali ke permasalahan jakarta, kesenjangan ekonomi adalah beban terberat kita. Kota kita yang satu ini dibebani oleh masyarakat yang tidak siap mentalnya untuk hidup berkota. Budaya kesehariannya masih kampungan. Penguasa belum berhasil untuk mendidik warganya tentang cara hidup berkota.. Mulai dari hal printilan dari buang sampah sembarangan, sampai hal besar yang merepotkan seperti seenaknya tinggal dan membangun rumah di bantaran sungai atau di pinggir rel, atau di taman kota, atau di bawah jalan layang, ah.. kacaulah.. mau dikemanakan orang-orang kampung ini? kalau tidak bisa diusir, hayoo coba dididik! dibuat mengerti tentang konsekuensi hidup berkota.. bahwa 'life is hard and never fair, so get over it!' jangan dibiarkan manja untuk ingin selalu tinggal di landed house.. Penguasa harus mencerdaskan dan menyehatkan masyarakatnya! Pemerintah tidak boleh duduk leha-leha. Berdayakan tiap departemen! Perbaiki koordinasinya, dan kerja bakti, hajar semua masalah ruang kota dengan tegass! banyak yang dukung kok asal langkahnya komprehensif dan cerdas! jangan hanya menyelesaikan satu persatu masalah secara terpisah-pisah.. hanya akan mengundang konflik.. misalnya.. tidak mungkin menggusur warga kalau belum bisa menyediakan hunian vertikal yang layak, sehat, dan terjangkau. Seperti tidak mungkin menggusur PKL kalau permasalahan welfare systemnya belum dicoba disentuh secara nyata..

Jadikan masyarakat miskin kita bagian dari strong middle class.. Bagaimana caranya? menurut saya, terdapat tiga hal terpenting, yaitu | nutrition/health | education/job creation | living condition/environment |.. Ketiga hal ini adalah inti dari ide tentang perbaikan welfare system kita.

Lalu dimana peran urban design? nah, penguasa harus menyadari bahwa desain memegang salah satu kunci terpentingnya.. untuk membentuk masyarakat yang sehat, mendukung produktivitas dalam edukasi dan penciptaan lapangan kerja, mutlak diperlukan living condition yang memadai, layak, dan menyehatkan.. Para arsitek yang masih sadar, kembalilah pada prinsip-prinsip fisika bangunan dalam desain arsitektur yang benar.. Gunakan desain (arsitektur) untuk merekonstruksi way of life masyarakat kita.. Bongkar hunian padat yang membelakangi kali.. Beri orientasi arah yang baru, ciptakan ruang aktif di pinggiran sungai. Kembalikan hak publik untuk bebas menikmati daerah pinggir sungai dan laut dengan gratis, alokasikan ruang publik yang layak untuk setiap luasan tertentu. Desain sistem transportasi publik yang layak dan memadai untuk menekan penggunaan kendaraan pribadi. Lawan arsitektur yang anti-urban. Ciptakan budaya berkota yang baik melalui desain urban.

Sadari bahwa tantangan kita adalah kita harus selalu hidup dalam limit-limit sumberdaya. Tidak ada yang murah di dunia ini. Tapi rasionalitas kita dapat dengan mudah membedakan mana solusi yang masuk akal dan yang mana yang hanya akan membebani kita di masa yang akan datang.

'any single intervention should provide added value - to the environment and to the community'

No comments: