18.1.09

urban sprawl (part 1)

-->
(Arsitektur (compact city concept + urban lifestyle renewal)) solusi dalam kehidupan berkota kita
-->
Pendahuluan: isu indonesia ..
Melihat sejarah perkembangan kota-kota di Indonesia, sebenarnya sedikit banyak kita dapat memprediksi arah bentuk kota-kota kita di masa yang akan datang. Kita mengalami isu sosial dan perekonomian yang kurang lebih sama dengan kota-kota besar di negara maju yang telah lebih dulu mengalami keadaan kita saat ini. Berkembangnya pusat-pusat perekonomian yang terancang secara terpusat di kota-kota besar, mengundang dampak yang sangat luas dalam pandangan masyarakat tentang cara hidup secara keseluruhan. Masyarakat kita yang sebelumnya dipandang sebagai masyarakat agraris, tergoda untuk meninggalkan bidang olah lahan dan mengadu nasib di kota-kota besar sebagai buruh, pekerja kasar, karyawan, dan sebagainya. Mata pencaharian sebagai petani sudah tidak ‘in’ lagi dan dianggap sebagai pekerjaan tingkat rendah. Kaum muda desa beralih ke kota-kota besar yang seolah-olah menjanjikan penghasilan dan kualitas hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas hidup di desa atau kota kecil.
Hal berubahnya cara hidup masyarakat tersebut pada akhirnya menjadi salah satu faktor yang mengubah bentukan kota. Kota kemudian menerima arus pendatang yang begitu tinggi dan dalam waktu singkat dipaksa untuk mampu melayani pertambahan jumlah penduduk yang terkadang di luar kapasitas kota itu sendiri. Karakter kota kemudian terbentuk oleh perubahan sistem yang terjadi. Struktur masyarakat yang tertata dan memiliki hirarki sesuai dengan peran masing-masing warga masyarakat dalam kontribusinya terhadap aktivitas berkota, mau tidak mau kemudian menghadapi pada pengadu nasib yang datang.
Dinamika urbanisasi di Indonesia menunjukkan kecenderungan berkelanjutan yang sama dengan bagian lain di dunia. Pada saat ini, rata-rata pertumbuhan penduduk urban 2 - 2,5 kali lebih cepat daripada pertumbuhan penduduk rata-rata nasional. Hal yang sama dialami oleh negara-negara berkembang lainnya. Dengan rata-rata pertumbuhan penduduk nasional sekitar 1,5% per tahun, pertumbuhan urbanisasi di Indonesia berkisar antara 3,0 – 3,5% per tahun. Hubungan yang relatif stabil antara kota dan desa, atau antara daerah urban dan rural di sekitarnya, telah menjadi hubungan yang asimetris, dan bergeser secara berkelanjutan ke arah perluasan daerah urban. Dalam kondisi seperti ini, semua pemikiran yang menghendaki keseimbangan antara kota dan desa hanyalah utopia tanpa dasar rasional.
Mungkin anggapan yang memandang bahwa kota tidak henti menawarkan pekerjaan memang benar. Ada begitu banyak bidang yang dapat digarap; dari pekerjaan formal sampai non-formal. Bahkan bila gagal dalam mendapatkan peran yang beradab dalam aktivitas berkota, mengemispun bisa mendatangkan materi yang relatif lebih dari cukup. Tetapi tidak semua kota kita siap dalam menghadapi arus urbanisasi. Kenyataan yang terjadi, infrastruktur kota kita tidak siap menghadapi urbanisasi, demikian pula halnya dengan sarana prasarana yang ada. Hal ini kemudian menyebabkan permasalahan kota yang sulit dicari pemecahannya. Terus bertambahnya jumlah penduduk meningkatkan kebutuhan ruang bagi masyarakat, dan keterbatasan ruang membuat kota tidak dapat menyediakan ruang yang cukup optimal untuk tempat tinggal dan ruang aktivitas lain.
Akibatnya jelas: kota berkembang dengan pesat secara horizontal untuk memenuhi kebutuhan ruang yang terus meningkat. Hal ini diperparah oleh pihak pengambil kebijakan yang seakan tidak siap untuk memberi batasan-batasan, sehingga kota terus memakan lahan di sekitarnya dan membuat kota terus meluas seakan tanpa henti, dan seakan tinggal menunggu waktu, menunggu titik jenuh dimana kehidupan berkota akan menghadapi lumpuhnya infrastruktur dan morfologi kota yang tidak berorientasi terhadap kebutuhan manusia penghuninya.
-->
Urban sprawl ..
Ekspansi kawasan metropolitan dengan pesat secara horizontal, umum dikenal dengan istilah urban sprawl, yang menghasilkan pola horizontal yang kompleks dari pengembangan land-use, transportasi, sosial, dan ekonomi. Kawasan rural di pinggiran kota ini terus berkembang dalam bentukan yang cenderung low-density / berkepadatan rendah. Ekspansi lahan tersebut tentunya didukung oleh faktor utama: kemudahan pergerakan, yang dalam hal ini terutamadiartikan dalam bentuk pergerakan kendaraan pribadi dari kawasan penyangga ke pusat kota, terkait dengankemudahan kepemilikan kendaraan oleh masyarakat.
Masyarakat yang ‘tidak kebagian’ lahan di pusat kota kemudian lebih memilih untuk tinggal dalam landed houses, single detached houses di pinggiran kota yang dianggap lebih ‘rumah’ dibandingkan dengan vertical houses di tengah kota. Pilihan untuk menjadi komuter pada awalnya terasa sangat menarik dengan tersedianya jalan bebas hambatan terintegrasi yang mempersingkat jarak dan waktu tempuh. Tetapi konversi lahan sekitar kota yang terus-menerus menjadi hunian dan pelengkapnya, pada akhirnya menyusul kecepatan penyediaan infrastruktur transportasi oleh pemerintah. Hal-hal tersebut di atas menunjukkan karakter-karakter utama dari urban sprawl, yaitu:
· single use zoning
Merupakan situasi dimana area komersial, residensial, serta industri terpisah antara satu dengan yang lainnya. Konsekuensinya, lahan dalam jumlah besar digunakan untuk fungsi tunggal dan dipisahkan dengan fungsi lainnya dengan ruang terbuka, infrastruktur, serta penghalang lainnya. Akibatnya, konsep tempat dimana manusia dapat hidup, bekerja, dan bermain (berbelanja, berekreasi) tidak tercapai dan terpisah. Pada umumnya, kondisi ini menyebabkan situasi dimana berjalan kaki sudah menjadi hal yang sangat tidak praktis dan seluruh aktivitas cenderung membutuhkan kendaraan pribadi.
· low-density land use
Sprawl mengkonsumsi lebih banyak lahan karena pengembangan baru pada umumnya bersifat low-density. Indikator utama dari low-dens adalah bangunan landedlow-dens ini adalah lahan yang dikembangkan/ di-urban-kan meningkat lebih cepat dari pertumbuhan populasi penduduk yang ada. untuk keluarga tunggal. Jumlah lantai relatif rendah dan memiliki ruang yang memisahkan bangunan satu dengan lainnya. Ukuran kavling lebih besar dan penggunaan kendaraan menyebabkan kebutuhan lahan parkir yang relatif lebih besar pula. Dampak pengembangan
· car dependent communities
Kota yang mengalami urban sprawl pada umumnya akan mengalami ketergantungan yang tinggi pada kendaraan. Aktivitas yang umum dilakukan seperti berbelanja, pergi bekerja, dan sebagainya, mensyaratkan penggunaan kendaraan sebagai akibat jarak yang besar antara fungsi residensial dengan fungsi lainnya. Berjalan kaki dan moda transportasi lainnya tidak praktis sehingga pada umumnya kawasan tidak memiliki pedestrian yang memadai dan kehidupan berkota semakin tidak berkualitas. Hubungan antar aktivitas, hubungan antar fungsi, bahkan hubungan antar manusia memiliki jarak.
Sebuah kota hanya dapat berfungsi dengan baik bila kawasan-kawasannya berfungsi dengan baik. Artinya, setiap kawasan secara internal berfungsi dengan baik, dan hubungan antar kawasan berlangsung seimbang dan saling mengisi (compatible). sebuah kota yang hanya dapat menyediakan tempat kerja tapi tidak dapat menyediakan tempat tinggal bagi yang bekerja adalah sebuah kota yang cepat atau lambat akan menjadi tidak efisien. Tentu saja, tidak ada kota besar tanpa komuter, tetapi pengalihan fungsi residensial menjadi kawasan komersial ada batasnya. Bila batas itu terlampaui, akan timbul ketidakseimbangan fungsional yang merupakan awal dari proses disintegrasi fungsi kota.

No comments: